Situasi dan Pertumbuhan Industri Garmen Indonesia Yang Makin Maju



Indonesia berada di strata sepuluh besar negara produsen garmen terbesar. Industri tekstil dan garmen ialah salah satu industri tertua di Indonesia dan - padat karya - ialah basis pekerjaan yang besar. Tapi, negara tersebut jauh dari ancaman kedudukan dominan China. Sedangkan Cina menguasai sekitar 35 persen pasar kain international, Indonesia hanya menguasai sekitar 2 persen. Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menambah nilai ekspor garmen dan pakaian jadi menjadi USD $ 75 miliar pada tahun 2030, yang menyiratkan bahwa industri ini bakal berkontribusi sekitar 5 persen kepada ekspor world.

Follow jahit baju Akartemu Konveksi

Namun, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan: sektor hulu sebagian besar bukan memadai (menyebabkan ketergantungan pada impor bahan baku) dan membutuhkan suntikan investasi, teknologi dan keahlian, sementara persaingan dari negara-negara produsen garmen lain di Asia Tenggara (Kamboja, Vietnam sebagai juga Myanmar) bertambah.

Meski Cina ialah pemimpin dunia yang jelas dalam hal produksi kain dan garmen, kenaikan upah minimum di ekonomi terbesar kedua di dunia ini kudu menghadiahkan kesempatan kepada Indonesia kepada menghadirkan ia sebagai sentral produksi yang lebih indah kepada merek-merek vogue international. Namun, ini tak semudah itu sebab bidang tekstil padat karya Indonesia juga mesti menghadapi kenaikan upah minimal, serta tarif listrik yang lebih tinggi, dan persaingan dari benda garmen ekonomis yang diimpor dari China (terutama setelah penerapan ASEAN China Kesepakatan Perdagangan Bebass [ACFTA] untuk Januari 2010).

Ketergantungan pada Impor Bahan Baku dan Ancaman Rupiah yang Lemah

Pelemahan rupiah ialah problem bagi bidang kain Indonesia karena benang, kapas, pewarna dan kain (apik alami alias buatan) sebagian besar diimpor dari luar negeri dalam dolar United States of America. Rupiah yang terdepresiasi (terhadap dolar United States) membikin impor lebih mahal dan karenanya menyebabkan gejolak keuangan bagi perusahaan-perusahaan kain lokal (khususnya yang lebih kecil yang mempunyai cadangan kas lebih sedikit untuk diandalkan). Untuk tahun 2015 tidak sedikit perusahaan tekstil Indonesia yang lebih kecil dan menengah berada di ambang kehancuran sebab (yang diakibatkan rupiah) ongkos produksi yang lebih tinggi dan melemahnya permintaan kain domestik di tengah melemahnya kapabilitas beli.

Acuan bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan barang kain merupakan kapas. Walau Indonesia memproduksi kapas, produsen tekstil lebih suka mengimpor kapas dari luar negeri - terutama United States Serikat, Australia dan India - lantaran taraf kapas asing jauh lebih tinggi sementara inventori kapas dalam negeri sungguh-sungguh fluktuatif (acap terjadi kekurangan inventaris).

Saat ini, pergerakan rupiah Indonesia benar-benar rentan terhadap perubahan opini pengetatan moneter United States. Ini menyebabkan perilaku sederhana berubah. Tetapi, kecondongan jangka panjangnya jelas. Sejak Federal Reserve USA mulai mengisyaratkan pengetatan moneter untuk Mei 2013, rupiah sudah menunjukkan tren depresiasi yang stabil terhadap dolar United States (mulai dari akhir 2015 rupiah mulai stabil terhadap dollar tetapi tekanan hendak tetap ada selagi Federal Niat cadangan untuk menaikkan Tingkat Dana Fed-nya lebih lanjut).

Tawaran Perbisnisan Free of charge Akan Memperbanyak Industri Kain Indonesia

Dagang kain Indonesia mendesak pemerintah sentral untuk mencapai perjanjian dengan Uni Eropa (UE) untuk pembentukan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-UE (disingkat: Indonesia-EU CEPA), suatu persetujuan perdagangan yang diharapkan dapat meningkatkan aliran benda antara kedua daerah karena kompromi melibatkan pengurangan hambatan perbisnisan dan liberalisasi pengadaan pemerintah. Industri garmen adalah salah satu industri di Indonesia yang diharapkan memperoleh manfaat dari persetujuan perdagangan ini sebab terdapat permintaan signifikan untuk kain di UE. Negosiasi mengenai CEPA Indonesia-UE, yang dimulai pada 2011, ditangguhkan untuk 2014 di tengah pemilihan legislatif dan presiden Indonesia. Namun, pemerintah tampaknya berkomitmen untuk mencapai perjanjian sebelum 2018.

Kesepakatan perniagaan lainnya yang hendak mendorong permintaan garmen Indonesia dari Amerika Serikat Serikat dan Jepang ialah Trans-Pacific Partnership (TPP). Pemerintah Indonesia telah menyatakan niatnya kepada bersatu dengan perjanjian perniagaan bebas ini. Tetapi, butuh bertahun-tahun sebelum Indonesia bisa jadi partisipan CEPA dan TPP Indonesia-UE karena peraturan dan standar setempat perlu diselaraskan dengan yang internasional. Jika Indonesia tidak menjadi anggota dari kompromi perbisnisan seakan-akan tersebut maka pasar utama dapat memutuskan untuk mengimpor komoditas garmen dari negara-negara bagai Vietnam (anggota TPP) lantaran tarifnya lebih rendah. Bisnis kain Indonesia, di sisi lain, hendak bertanggung jawab atas sekitar 40 persen tugas sehingga mengurangi kekuatan saing Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *